Thursday, February 14, 2008

Dari nol lagi



Niat pertama kali pada saat saya bekerja untuk pertama kalinya adalah mencari pengalaman. Tanpa mengesampingkan peran uang, pengalaman adalah hal yang terpenting pada saat itu. Jadi menurut saya UANG ADALAH PENTING TAPI BUKAN YANG UTAMA. Yang utama adalah pengalaman. Pengalaman tidak bisa dibeli dengan uang tapi dibeli dengan waktu.

Hari2 berlalu berganti tahun. Saya sudah bekerja di empat perusahaan yang berbeda. Alba Management Consultant, Bank CIC (sekarang Bank Century), Trans TV dan TV7 yang sekarang bernama Trans7. Setiap berpindah ke perusahaan yang baru (kecuali pada saat saya pindah dari Trans TV ke TV7), saya selalu memulainya dari nol dalam segi gaji. Jadi menurut saya pada waktu itu adalah pengalaman yang akhirnya berguna pada saat saya diajak kedua "konco" saya untuk pindah ke TV7. Pendapatan naik drastis pada waktu itu.

Sekarang saya sudah 4 tahun di Trans7, berarti sudah 6 tahun saya bekerja di dunia pertelevisian. Di umur saya yang menginjak 33 tahun saya menginginkan suatu hal yang lebih yang tidak mungkin saya dapatkan di perusahaan ini. Dilema kembali menghinggapi diri saya. Kalau saya stay di sini saya akan tetap mengalami apa yang dinamakan dengan comfort zone dan saya tidak akan mungkin naik jabatan tapi tetap menikmati segala fasilitas yang ada dengan pendapatan yang bisa dianggap lumayan. Tapi jika saya pindah ke bidang pekerjaan yang baru maka saya harus mulai lagi dari nol dari segi pendapatan tapi saya bisa mendapat kesempatan untuk lebih maju. Jalan tengah dari itu semua adalah dengan sekolah lagi mencapai gelar S2 demi memiliki bargaining power yang lebih kuat.

Sekarang sekolah saya sudah hampir selesai, tinggal tesis, dan saya siap untuk memulai kehidupan saya yang baru pada saat saya selesai nanti. Life begins at 40 kata orang2, tapi menurut saya, my life begins at 35, so saya sudah siap untuk mulai dari nol lagi, kembali ke UANG MEMANG PENTING, TAPI BUKAN YANG UTAMA

Teman dekat....


Teman dekat....

Saya tidak punya banyak teman dekat, banyak teman belum tentu banyak teman dekat. Teman dekat menurut saya adalah teman di saat kita susah, di saat tidak ada seorang pun yang mau ada di dekat kita.

Masa kuliah menurut saya adalah masa keemasan, memiliki banyak teman melebihi dari yang saya bayangkan, hingga saya bertemu dengan beberapa orang yang akhirnya menjadi teman2 dekat saya. Jumlahnya 9 orang (termasuk saya). Kesembilan orang itu berpasang2an (pacaran) dan ada satu orang yang tidak punya pacar. Setelah bersahabat selama bertahun2 (kurang lebih 6 tahun) akhirnya satu per satu membubarkan diri karena masing2 dari mereka putus dengan pasangannya dan berpacaran dengan orang di luar kelompok kita. Nah, berpacaran dengan orang "lain" itulah yang menyebabkan mereka secara tidak sadar memisahkan diri dari tali persahabatan karena waktu dipergunakan hampir seluruhnya untuk pacar dan tidak ada waktu untuk "kumpul2" barang dua - tiga bulan sekali. Apa lagi ketika mereka menikah, bisa smsan setahun dua kali aja udah sukur. Menyedihkan memang...

Pendapat saya mengenai hal itu..?? Tentu saja menyedihkan. Tidak bisa lagi seperti dulu, berkumpul dan bercanda tanpa ada hal2 yang mengganggu. Saya sempat tidak habis pikir, kenapa teman2 saya tega meninggalkan sahabat2 mereka yang sudah bertahun2 hidup bersama dalam suka dan duka. Saya saja yang gonta ganti pacar tetap saja nongkrong dan kumpul2nya sama mereka yang akhirnya hanya tinggal 7 orang.

Tapi.....

Ketika saya bertemu dengan seorang perempuan dan kemudian menikahinya saya jadi merasakan keadaan seperti teman2 saya yang dulu meninggalkan kami. Waktu saya jadi habis untuk kerja, kuliah dan mengurus keluarga. Bahkan untuk bermain dengan anak saja saya harus benar2 pintar mengatur waktu. Sedikit sekali waktu saya untuk bermain dengan Andra. Dari waktu ke waktu rutinitas ini berjalan sampai pada akhirnya saya sadar bahwa saya sudah menjadi orang2 yang meninggalkan sahabat2 saya. Bukan karena sengaja, tetapi karena keadaan yang membuat saya seperti ini. Jika dulu saya berpendapat bahwa seorang laki2 tidak dapat hidup tanpa temannya, maka sekarang saya berpendapat bahwa seorang laki2 tidak bisa hidup tanpa anaknya...

Hingga saat ini saya masih tetap berhubungan dengan teman2 lama, sahabat saya tersebut. Jika ketika anak mereka ulang tahun saya selalu menyempatkan diri untuk datang, begitu pula dengan mereka. Paling tidak hal tersebut adalah yang paling mungkin dapat saya lakukan demi menghargai waktu persahabatan saya...

X File...??


Pernah nonton serial televisi X File...??? Atau kalau di negeri sendiri sering ada tayangan di televisi yang menggambarkan seorang kaya raya yang tiba-tiba jatuh miskin karena suatu hal... Bisa disebut semua itu adalah X File versi Indonesia karena menyangkut keanehan dalam kehidupan yang bisa secara tiba-tiba dan secara singkat menimpa seseorang. Kali ini saya akan menulis hal tersebut berdasarkan pengalaman pribadi seorang teman

Tiga tahun yang lalu, saya diperkenalkan kepada seseorang, sebut saja namanya Ivan. Dia adalah salah seorang manajer di perusahaan besar di Indonesia. Orangnya sangat baik dan royal terhadap teman-temannya, tidak jarang kami semua dibayari makan di cafe atau resto tanpa dia merasa kesulitan untuk mengeluarkan uangnya.

Gaya hidupnya juga bisa dikatakan seperti kalangan jet set. Dengan mobil kantor dan supir kantor dia selalu bepergian kemanapun dia mau. Duduk dibelakang sambil mengangkat kaki merupakan pemandangan biasa yang bisa kami temui saat ia sedang berkendara kesana kemari. Pernah satu kali salah seorang teman kami membeli Handphone model mutakhir, dan dia sepertinya tidak mau kalah set. Pada hari yang sama dia membeli Handphone yang sama dengan yang teman kami miliki, tapi tidak main2, dia beli DUA.....!!!

Meskipun tidak tinggal di perumahan elit, Ivan memiliki sebuah rumah kecil yang nyaman yang sampai saat ini kami teman-temannya belum sempat mengunjungi rumahnya. Still single and rich, itu adalah kesan pertama yang akan ditemui pada saat bertemu dengannya. Dan tidak lupa, dia adalah pria metroseksual pertama yang saya kenal.

Tanggal 12 September 2005 adalah tanggal pernikahan saya dan istri. Itu adalah hari terakhir saya dan istri saya melihat dia. Dia datang ke resepsi pernikahan kami, memberi salam, kemudian pulang. Sejak saat itu dia tidak pernah muncul dan kontak kami. Hal ini sempat membuat bingung dan syak wasangka, jangan2 si Ivan suka sama istri saya dan merasa cemburu karena akhirnya istri saya tersebut menikah dengan saya ha..ha..ha.. Suatu prasangka yang paling aneh tapi yang paling masuk akal pada saat itu. Akhirnya dia benar2 menghilang dan kami semua hampir melupakannya.

November 2007, secara mengejutkan kami menerima info bahwa Ivan ada di Jakarta dan kost di daerah dekat rumah kami. Keterkejutan kami langsung kami wujudkan dengan mendatangi kos2an tersebut dan ternyata kos2an itu adalah kos2an untuk kalangan (maaf) bawah. Kami sempat berfikir bahwa tidak mungkin seorang Ivan yang penuh dengan keglamourannya tinggal di tempat yang lebih mirip (maaf lagi) kandang ayam. Istri saya suruh tunggu di mobil dan saya masuk ke tempat kos2an tersebut, saya hubungi penjaganya dan kemudian mengetuk pintu kamar, ternyata benar saja, keluar Ivan dengan kaos oblong, celana hawai, kurus kering dan muka pucat tidak terurus. Saya tegur dia dan ternyata dia masih ingat saya, saya ajak dia keluar untuk bertemu dengan istri saya dan akhirnya terjadilah kejadian yang mengharukan kami semua. Dia begitu takjub bahwa kami bisa menemukannya.

Bercerita hingga hampir satu jam, ternyata di adalah buronan polisi akibat korupsi ratusan juta rupiah. Sebenarnya hal ini pernah saya dengar dari rumor kawan2nya, tapi pada waktu itu saya tidak ambil pusing. Dan ternyata kejadiannya benar dan dia masih buron. Melihatnya dengan keadaan sekarang sungguh mengenaskan hati. Dia jatuh miskin, dan sangat miskin jika melihat dari ukuran kekayaannya dulu, yang hanya mampu membayar kamar kos seharga 150 - 200 ribuan sebulan. Sedih rasanya...

Pada satu hari di bulan puasa 2007 kami mengajaknya makan malam, seafood dekat rumah, dia senang sekali dan wajahnya berseri2, di bercerita bahwa dia sekarang bekerja di salah satu perusahaan kecil dan dia juga adalah karyawan kecil, kami hanya tersenyum dan mencoba untuk membuat dia lebih tegar, selesai makan malam kami antar dia ke kosnya lagi sambil berkata, " Ivan, jangan pernah ilang lagi ya.....!!"

Dua minggu lalu saya coba mengunjungi ke kosnya karena istri saya mencoba menghubungi dia selama berminggu-minggu lewat seluler tapi tidak ada hasilnya. Biasanya dia langsung menjawab dan bercerita panjang lebar, tapi sudah berminggu2 dia tidak merespon telpon dari istri saya. Sampai di depan kamar kosnya seorang penjaga kos menghampiri saya dan berkata bahwa Ivan sudah tidak tinggal disini lagi. Saya tanya pergi kemana, si penjaga tidak tahu, tapi yang dia tahu adalah Ivan sudah menunggak membayar kos selama dua bulan dan harus angkat kaki dari tempat itu pada bulan ketiga jika dia tidak mampu membayarnya. Ya Ampuuunnnn.... Untuk seorang Ivan yang dulu sering mentraktir kita hingga ratusan ribu rupiah, yang selalu berada dalam keramaian pergaulan, yang memiliki rumah nyaman, punya mobil plus driver, sekarang tidak mampu membayar uang kamar kos yang seharga 150-200 ribu perbulan....!!! Dunia Ivan sudah terbalik, roda kehidupan benar2 nyata untuk dia

Hingga saat ini kami belum bisa menemukannya kembali...